12 April 2017

Istri atau .....

Salah satu perjalanan hidup yang hampir kebanyakan dipilih oleh manusia dan secara alami pula dilakukan oleh makhluk hidup pada umumnya adalah MENIKAH (kalo hewan atau tumbuhan, bacanya : kawin, dikawinkan, silang, disilangkan). Menikah merupakan suatu tahapan perjalanan hidup 2 orang manusia, pria dan wanita (umumnya, karna sekarang pun marak istilah pernikahan sesama jenis?!?), yang memutuskan untuk hidup bersama, dalam suka dan duka (HARUS IMBANG yak!), untung dan malang, sehat dan sakit, membentuk satu keluarga baru juga menciptakan kehidupan baru. Buat saya, mengutip kata-kata bapak pendeta pada saat penggembalaan, "Sudahkah dipikirkan baik-baik sebelum nanti mengucap janji pernikahan? Sudahkah memutuskan dengan bijak apakah pilihanmu ini yang terbaik atau bukan? Sudahkan siap menerima segala baik buruk yang ada pada diri calon pasangan hidupmu ini? Karna menikah itu, merupakan momen perjalanan hidup manusia yang tak bisa diulang kembali. Momen dimana dirimu tak bisa kembali lagi ke masa lalu. Karna saat diri memutuskan menikah, maka yang terjadi adalah kalian haruslah tetap melangkah maju apapun yang terjadi."

Perjalanan kehidupan berumah tangga yang diawali dengan pengucapan janji nikah atau ijab qabul, akan berjalan berlanjut seterusnya. Bukan untuk hari itu, besok, atau lusa, tetapi selamanya. Karna saya beragama Nasrani, adalah di dalam janji tersebut disebutkan : setia dalam untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit. Berdua. Bersama mengucapkan janji yang sama. Tak ada tertulis, baik tersirat maupun secara tersurat, bahwa setelah menikah, maka segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga adalah kewajiban istri. Tak ada tersirat maupun tersurat, bahwa tugas mencari nafkah adalah suami semata. Yang terlihat adalah segala sesuatunya berjalan bersama. Dilakukan bersama-sama.

Tetapi seringkalinya kenyataan menjadi nyata juga berbeda. Bila suami bekerja, maka istri yang memutuskan menjadi IRT alias bahasa kerennya, Fullhome Mom, mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan segala pekerjaan yang ada di rumah. Mulai dari menyiapkan makanan, mencuci pakaian, beresin rumah, mengasuh dan mengurus anak, melayani suami di dalam dan luar kamar, dan  dan dan bla bla bla bla,..... (saking banyaknya hanya garis besar yang tertulis!). Trus suami yang bekerja ngapain? Pulang kerja, liat rumah berantakan, marah teriak-teriak, memaki-maki istri, minta makan, minta dilayani, anak nangis marah, makanan belum tersedia di meja ngamuk tanpa tedeng aling-aling. 

Beda pasangan beda pula pengalaman, Ada cerita ada rupa. Istri bekerja, suami apalagi so pasti bekerja pula. Di saat yang sama, harus bangun lebih pagi, berusaha untuk menyiapkan masakan untuk makan siang anggota keluarga yang lain & juga suami. Bersamaan pula harus punya waktu untuk menyetrika pakaian yang akan digunakan oleh suami dan istri itu sendiri pada hari kerja tersebut. Belum lagi harus mampu dan punya tenaga untuk menyelesaikan pekerjaan rumah lainnya, seperti mencuci piring, mencuci pakaian, membersihkan rumah. 

Untuk semua hal tersebut, mungkin perlulah kita, sebagai wanita menjawab pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya, seikhlas-ikhlasnya :
"Saya ini, seorang istri, seorang ibu, seorang pasangan hidup, seorang partner dalam rumah tangga, ataukaaah seorang ART alias Asisten Rumah Tangga?!? Seandainya, kita memang seorang ART, sudahkah diberi penghasilan yang layak?!?"

Dan juga buat para pria ataupun suami, saya sebagai pribadi cuma punya 1 pertanyaan : Situ waras, membiarkan seorang wanita yang katanya sangat anda cintai, sayangi, hargai, hormati, atau apalah itu namanya, mengerjakan segala semua pekerjaan domestik itu sendirian, sementara anda hanya tidur sembari ngroook ngroook!?! Situ waras!?!

Sekian & Terima kasih!

#curcol

No comments:

Post a Comment

Money CAN('T) Buy Happiness

“Money may not buy happiness, but I'd rather cry in a Jaguar than on a bus.” -- Françoise Sagan -- Baca quotes-nya si mas ...